blog mya wuryandari

Mengenal Oligohidramnion, Kehamilan dengan Air Ketuban Sedikit

Posting Komentar

 

oligohidramnion

Bismillah, apa kabar pembelajar, semoga sehat selalu. Ummi mya sedang memasuki masa-masa penantian menyambut newborn yang ke 7 nih, alhamdulillah, semoga Allah sehatkan kami. Di antara 7 kehamilan hingga 9 bulan dan 1 kehamilan yang hanya bertahan 7 pekan saja, tentu memiliki cerita beragam. Salah satu nya hendak ummi bahas di sini, yakni kehamilan ke 6, kelahiran anak ke 5 yang juga merupakan pertama kalinya ummi mya mengalami persalinan dengan operasi caesar. Hal ini dikarenakan risiko kehamilan dengan air ketuban sedikit yang dalam istilah medis dikenal dengan oligohidramnion. Seperti apa kondisi tersebut, yuk kita belajar bersama.

Oligohidramnion, Kondisi Kehamilan dengan Air Ketuban Sedikit

Ketuban sedikit yang dalam istilah medis disebut juga oligohidramnion, adalah kondisi di mana jumlah cairan amnion (ketuban) yang mengelilingi janin dalam rahim lebih sedikit dari yang seharusnya. Hal ini bisa terdeteksi melalui pemeriksaan kehamilan dengan ultrasonografi. Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan ketuban kurang dari yang seharusnya, antara lain:

1. Kehamilan Tua (Post-term Pregnancy): 

apabila kehamilan berlangsung lebih dari 40 pekan, fungsi plasenta bisa menurun, yang menyebabkan berkurangnya produksi cairan ketuban.

2. Masalah dengan Plasenta: 

Gangguan pada plasenta, seperti plasenta yang tidak berfungsi dengan baik atau plasenta previa, dapat mengurangi suplai darah ke janin, yang mengarah pada berkurangnya cairan ketuban.

3. Infeksi: 

Infeksi pada rahim atau kantung ketuban dapat mengurangi jumlah cairan amnion.

4. Dehidrasi Ibu Hamil: 

Ibu yang kurang cairan tubuh atau dehidrasi bisa mengalami penurunan produksi cairan ketuban.

5. Masalah Ginjal Janin: 

Kelainan pada ginjal janin, seperti kelainan saluran kemih, bisa menyebabkan janin tidak bisa menghasilkan urine dengan cukup banyak, yang merupakan sumber utama cairan ketuban.

6. Preeklampsia: 

Kondisi ini, yang ditandai dengan tekanan darah tinggi dan kerusakan organ, dapat memengaruhi aliran darah ke plasenta dan menyebabkan oligohidramnion.

7. Gangguan Kesehatan Ibu: 

Penyakit seperti diabetes gestasional atau hipertensi dapat memengaruhi keseimbangan cairan dalam tubuh dan janin.

8. Kelahiran Multiple: 

Kehamilan dengan lebih dari satu janin (kembar, misalnya) dapat meningkatkan risiko ketuban sedikit.

Jika terdiagnosis ketuban sedikit, dokter biasanya akan memantau lebih intensif kondisi ibu dan janin. Dalam beberapa kasus, cairan ketuban bisa ditambahkan melalui prosedur tertentu, atau keputusan untuk melakukan persalinan lebih awal bisa diambil jika kondisi membahayakan janin atau ibu.

Risiko Kehamilan dengan Oligohidramnion

Lalu apa risiko kehamilan dengan oligohidramnion ini? risiko yang mungkin terjadi pada kondisi ini antara lain:
  • Cacat lahir, terutama jika terjadi pada paruh pertama kehamilan
  • Kelahiran prematur, terutama jika terjadi pada trimester ketiga kehamilan
  • Keguguran
  • Lahir mati
  • Infeksi jika ketuban pecah lebih awal
  • Kompresi tali pusat
  • Prolaps tali pusat
  • Aspirasi mekonium
  • Intrauterine growth restriction (IUGR) atau pertumbuhan janin yang terhambat

Penangan Terhadap Oligihidramnion

Penanganan dalam mengatasi oligohidramnion (ketuban sedikit) bisa melalui beragam cara, bergantung pada penyebab yang mendasari dan tingkat keparahannya. Apabila kondisi kehamilan terdeteksi oligohidramnion, biasanya dokter akan memberi peringatan dan melakukan pemantauan yang lebih intensif terhadap kondisi ibu dan janin. Adapun beberapa pendekatan yang mungkin digunakan untuk mengatasi atau mengelola oligohidramnion sebagai berikut;

1. Pengelolaan Berdasarkan Penyebab

a. Dehidrasi Ibu: 

Jika penyebabnya adalah dehidrasi, ibu hamil akan disarankan untuk banyak minum air. Pemberian cairan intravena (IV) di rumah sakit juga bisa menjadi solusi untuk meningkatkan volume cairan ketuban.

b. Masalah Ginjal Janin: 

Jika ada kelainan ginjal pada janin, pengobatan atau prosedur medis dapat dilakukan tergantung pada jenis kelainannya. Namun, beberapa kondisi ginjal janin tidak bisa diatasi sepenuhnya dan dapat mempengaruhi jumlah cairan ketuban.

c. Infeksi: 

Jika oligohidramnion disebabkan oleh infeksi, pemberian antibiotik atau pengobatan infeksi lain bisa menjadi bagian dari pengelolaan. Namun, infeksi dalam rahim (chorioamnionitis) sering kali memerlukan penanganan medis segera.

d. Preeklampsia atau Hipertensi: 

Jika ibu mengalami preeklampsia atau hipertensi, pengelolaan yang tepat untuk mengendalikan tekanan darah dan mencegah kerusakan lebih lanjut pada plasenta akan sangat penting. Dalam beberapa kasus, persalinan bisa dipercepat untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.

2. Pemantauan Ketat

a. USG Teratur: 

Pemeriksaan USG secara berkala untuk memantau jumlah cairan ketuban serta perkembangan janin sangat penting. Ini membantu dokter untuk menilai apakah kondisi membaik atau memburuk.

b. Pemantauan Kesehatan Janin: 

Tes-tes seperti non-stress test (NST) atau biophysical profile (BPP) mungkin dilakukan untuk menilai kondisi kesehatan janin, termasuk detak jantung dan gerakan janin.

3. Pemberian Cairan Ketuban Melalui Prosedur Amniosentesis

Jika cairan ketuban sangat sedikit dan janin dalam risiko, dokter mungkin akan melakukan prosedur amniosentesis untuk memberikan cairan ketuban tambahan ke dalam rahim. Namun, ini biasanya hanya dilakukan dalam kasus yang lebih serius atau bila kehamilan sudah cukup bulan.

4. Induksi Persalinan atau Persalinan Dini

Dalam beberapa kasus, terutama jika kondisi ibu atau janin memburuk, dokter mungkin akan memutuskan untuk mempercepat persalinan. Jika usia kehamilan sudah cukup (misalnya, lebih dari 34 pekan), persalinan bisa dilakukan untuk mengurangi risiko komplikasi lebih lanjut.

a. Induksi persalinan: 

Jika kondisi janin atau ibu memburuk, induksi persalinan (memicu persalinan dengan obat atau prosedur medis lainnya) dapat dipertimbangkan.

b. Persalinan Sectio (Caesar): 

Jika ada masalah yang mengancam keselamatan ibu atau janin, maka operasi caesar (sectio) mungkin diperlukan, terutama jika posisi janin atau kondisi medis ibu tidak memungkinkan untuk persalinan normal.

5. Pengawasan dan Perawatan Jangka Panjang

Pantau Kondisi Ibu dan Janin: Jika oligohidramnion ringan dan tidak ada tanda-tanda bahaya, dokter mungkin hanya akan melakukan pemantauan rutin tanpa intervensi medis lebih lanjut.

Pencegahan Preeklampsia atau Diabetes Gestasional: Untuk ibu yang berisiko preeklampsia atau diabetes gestasional, pengelolaan kondisi ini dengan pengawasan ketat bisa mencegah terjadinya oligohidramnion.

6. Pengelolaan Kehamilan dengan Kembar

Kehamilan Kembar: Jika oligohidramnion terjadi pada kehamilan kembar, ada kemungkinan kondisi ini disebabkan oleh pembagian darah yang tidak merata antara janin. Pemantauan kehamilan kembar dengan USG dan pemeriksaan detak jantung janin secara lebih intensif akan diperlukan.

7. Perubahan Gaya Hidup untuk Ibu

Nutrisi Seimbang: Memastikan ibu mendapatkan nutrisi yang tepat dan cukup, termasuk vitamin dan mineral yang penting untuk kesehatan kehamilan.

Menghindari Stres: Mengelola stres dan istirahat yang cukup juga penting untuk menjaga keseimbangan kesehatan ibu.

Pengalaman Hamil dengan Oligohidramnion

Pada kehamilan ke 6, ummi mya mengalami kehamilan dengan kondisi ini, di mana terdeteksi saat usia kehamilan 34 pekan. Sebelumnya, saat usia kehamilan 31 pekan, terdeteksi kondisi bayi sungsang, juga ketuban yang kurang banyak, meski masih dalam tahap normal.

Bidan menyarankan untuk banyak minum agar ketubannya bisa bertambah. Ketika kontrol kehamilan lagi di usia 34 pekan dengan dokter kandungan pun, beliau mengatakan bahwa air ketuban semakin sedikit. Saat itu dokter juga masih menyarankan untuk lebih banyak minum, hingga 3 liter per hari, untuk mengantisipasi oligo dikarenakan kurangnya intake cairan ibu. 

Selain itu, ummi mya juga diresepkan obat pengencer darah selama sepekan. Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya sumbatan aliran nutrisi melalui plasenta. Ummi pun berupaya minum banyak, menyiapkan air minum 3 liter minimal untuk satu hari yang memang hanya ummi yang minum, agar bisa terkontrol jumlah air yang masuk per harinya. 

Namun ketika kontrol kembali di usia 36 pekan, tidak ditemukan penambahan jumlah ketuban, sehingga hampir saja dokter memutuskan untuk menjalani proses kelahiran saat itu juga. Namun setelah mengevaluasi kondisi janin dengan USG dan EKG yang cukup baik, diputuskan untuk menundanya hingga pekan depan agar bayi benar-benar dalam kondisi aterm (matang), yakni usia 37 pekan. Ummi mya pun diberi kartu kontrol gerak janin, untuk selalu mengawasi kondisi janin aktif atau tidak. Jika tidak dirasakan gerakan sesuai seharusnya, maka ummi harus segera ke UGD untuk mengecek kondisi janin.

Tentu saja ummi saat itu cukup khawatir, karena di kehamilan sebelumnya belum pernah mengalami hal yang sama. Namun berusaha menjaga kondisi dengan mengikuti saran dokter. selain itu, ummi mya juga belajar banyak tentang oligohidramnion ini dengan membaca banyak sumber mengenai hal ini. 

Masa kontrol kembali di usia 37 pekan, kondisi ketuban ternyata belum juga menunjukkan perbaikan, setelah dievaluasi kembali kondisi janin dengan EKG, dokter memutuskan untuk melakukan persalinan hari itu juga. Dengan pertimbangan, bayi cukup matang, BB cukup untuk lahir yakni perkiraan 2,5 kg, sehingga jika lahir saat itu diprediksikan bisa menjadi solusi, dibanding menunggu hingga kontraksi alami datang, karena khawatir kondisi janin memburuk seiring berkurangnya cairan ketuban. 

Karena proses melahirkan sebelumnya selalu secara spontan (normal), maka dokter mengambil langkah induksi untuk persalinan. Sayangnya, setelah dilakukan induksi selama 24 jam, bayi tidak kunjung lahir, bukaan persalinan pun masih di tahap bukaan 1. Dengan kondisi tersebut, akhirnya dokter menyarankan untuk dilakukan tidakan operasi caesar untuk segera mengeluarkan bayi. Jadilah saat itu moment pertama ummi mya merasakan persalinan secara caesar.

Kesimpulan dan Hikmah

Menjaga kondisi kesehatan saat kehamilan adalah hal penting yang perlu diperhatikan. Apabila terdeteksi kondisi oligohidramnion, penanganannya sangat bergantung pada penyebab dan tingkat keparahan kondisi tersebut. Diperlukan pemantauan yang ketat dan intervensi medis yang sesuai agar dapat membantu mengurangi risiko bagi ibu dan janin. 

Untuk itu, hendaknya ibu hamil memperhatikan pemeriksaan kehamilan berkala sebagai ikhtiar menjaga kondisi ibu dan bayi yang sehat. Penting untuk mengikuti saran medis dari dokter atau bidan yang menangani kehamilan, sebagaimana kita sering dinasehati, konsultasikan pada ahlinya. Hindari berpendapat sendiri tanpa dasar pertimbangan yang kuat ya, berpendapat bisa disampaikan ke tulisan saja yang bisa kita tuliskan di blog, seperti ulasan-ulasan di https://cynical-c.com/ .

Meski awalnya merasa sedih karena harus melalui persalinan dengan operasi caesar, namun ummi mya berusaha ridho dan menerima takdir yang hadir. Qodarullah, di persalinan selanjutnya, bisa merasakan kebesaran Allah dengan mengalami proses kelahiran VBAC. Alhamdulillah semua sudah terlewati dan ummi mya pun bisa bercerita tentang pengalaman tersebut di blog ini, seperti yang dilakukan blogger lainnya, Chris yang kerap berbagi melalui blognya di https://cynical-c.com/

Tetap berprasangka baik dan semangat selalu ya teman-teman pembelajar.

salam, Ummi Mya

Related Posts

Posting Komentar