Suatu hari, teman saya pernah bertanya, masih ada ya
penyakit kusta di Indonesia?
Wah, ternyata pembelajar, sebagian masyarakat Indonesia
menganggap kusta ini sudah tidak ada lagi di Indonesia. Meskipun kondisi
demikian adalah cita-cita kita bersama, namun sayangnya, negara kita ini belum benar-benar
bebas dari kusta. Masih ada kasus yang terjadi di sebagian wilayah negeri ini.
Karenanya, pemberantasan kusta menjadi salah satu agenda yang masih terus diperjuangkan.
Bahkan menurut data, jumlah kasus kusta baru stagnan selama 10 tahun terakhir, sekitar 16.000-18.000 kasus, kondisi ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kasus kusta tertinggi ketiga di dunia.
Disabilitas kusta juga
masih tinggi, mencapai 6.6 per 1.000.000 penduduk pada tahun 2017, meskipun
pemerintah menargetkan kurang dari 1 per 1.000.000.
Data tersebut, menunjukkan keterlambatan dalam penemuan dan
penanganan kusta yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae dan faktor
penularan melalui kontak. Pasien kusta dan penyandang disabilitas seringkali
kesulitan mendapatkan layanan kesehatan yang memadai dan informasi mengenai
perawatan kusta. Sangat disayangkan, karena hal ini meningkatkan risiko
penularan dan jumlah kasus baru kusta.
Oleh karena itu, perlu penyebaran informasi yang benar dan
komprehensif tentang kusta kepada masyarakat melalui media, termasuk media
sosial, media online, dan media elektronik. Media, pers mahasiswa, dan jurnalis
warga harus memainkan peran penting dalam mengatasi hoaks, mitos, dan stigma
seputar kusta serta menyampaikan informasi yang valid dan inklusif tanpa
menciptakan stigmatisme dan diskriminasi yang dapat mempengaruhi kesejahteraan
emosional, psikologis, dan sosial penderita kusta.
Untuk kesekian kalinya, Ummi Mya berkesempatan lagi
bergabung mengikuti talkshow Ruang Publik KBR yang membahas tentang kusta. Kali
ini, membahas tentang peran media dalam menyuarakan isu kusta. Apa dan
bagaimana media mampu berperan dalam menyuarakan kusta dan membantu memberantas
keberadaannya di negeri ini? Yuk kita simak catatan talkshow kemarin yang
dipandu Mas Rizal Wijaya dengan narasumber Bapak Ajiwan Arief Hendradi, s.s
dari Solider News.
Berkenalan dengan Solider News
Solidernews.com adalah satu media alternatif yang berfokus
menyuarakan isu advokasi disabilitas di seluruh Indonesia yang berada di bawah
naungan lembaga Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) Indonesia.
Bekerja di lingkup nasional, maka Solider
News menyuarakan isu disabilitas dari seluruh wilayah di Indonesia.
Harapannya agar isu disabilitas ini semakin luas bisa dijangkau, bisa semakin diketahui, terliterasi, dan goalsnya adalah masyarakat disabilitas tidak lagi terpinggirkan, tidak lagi terdiskriminasi, tidak lagi terstigmatisasi, kemudian Indonesia inklusi akan terwujud.
Solider news adalah media partisipatif. Artinya, setiap
orang yang memiliki ketertarikan dengan disabilitas atau kusta bisa
berkontribusi untuk menulis di sana. Pak Ajiwan pun mengajak siapapun yang
berminat untuk ikut aktif dalam menyuarakan isu disabilitas dan kusta ini untuk
berkontribusi di Solider news.
Peran Media dalam Menyuarakan Isu Kusta
Kusta masih menjadi penyakit yang dialami banyak orang di Indonesia. Hal ini menjadi tantangan untuk memberantas kusta.
Media seringkali menjadi sumber informasi dan panutan bagi masyarakat. Sehingga media memiliki peran yang cukup besar untuk memberikan informasi, literasi serta advokasi untuk isu kusta ataupun difabel.
Redaktur Solider News, Ajiwan Arief Hendradi,
s.s dari Jogjakarta menyampaikan, solider sendiri secara umum memang
sudah menyuarakan isu disabilitas, namun secara spesifik belum tentang kusta.
Karena kusta juga erat kaitannya dengan disabilitas, maka Solider pun menjalin kerjasama
dengan lembaga-lembaga terkait, seperti NLR untuk menyuarakan isu kusta dengan
menghadirkan tulisan-tulisan, liputan-liputan juga opini-opini terkait bagaimana
menyuarakan isu kusta ini agar bisa lebih diketahui masyarakat.
Solider memang sedang menjalin kerjasama yang erat dengan
NLR. Sudah cukup lama setiap tahun ada kegiatan yang dilakukan.
Di tahun 2021 misalnya, Solider melatih para dampingan NLR
di berbagai daerah untuk bisa menulis, agar bisa berdaya dan menyuarakan isu
kusta di media sosial masing-masing. Tahun 2022 mendampingi jurnalistik teman-teman
NLR agar bisa lebih masif dalam menyuarakan isu kusta.
Solider juga sedang melaksanakan pelatihan magang untuk OYPMK
untuk bisa menulis baik di Solider ataupun media lain serta bisa memasifkan media
sosial mereka untuk menyuarakan isu kusta ini. Solider sangat terbuka untuk OYPMK
maupun penyandang disabilitas untuk menulis di Solider.
Solider news juga menganalisa teman-teman OYPMK, kemudian
mencari cara bagaimana agar bisa lebih dalam dalam menyuarakan isu kusta. Ada
sekitar puluhan artikel tentang kusta di webnya.
Respon dari teman-teman OYPMK pun cukup baik, selain ada
penulisnya, banyak pula yang membaca di media, selain itu mereka juga turut membagi
link artikelnya. Sehingga, tulisan-tulisan tersebut bisa sampai ke lebih banyak
orang.
Mengatasi berita hoaks
Tujuan lain dari optimalisasi media adalah agar
berita-berita hoaks mengenai kusta ataupun disabilitas bisa diminimalisir.
Karena berita hoaks saja sangat banyak bukan hanya mengenai kusta dan
disabilitas saja.
Salah satu cara menghindari berita hoaks, menurut Pak Ajiwan sebagai redaktur, adalah memverifikasi berita. Ini bisa dilakukan dengan mencari data lebih sahih, lewat google ataupun buku. Atau bisa pula mengunjungi situs situs yang memang dibuat untuk memverifikasi data.
Karenanya, penting adanya peran media-media alternatif yang sudah
terverifikasi seperti solider karena berada di bawah lembaga yang terverifikasi,
maka akan berupaya menyajikan berita yang sudah terverifikasi pula.
Tanya Jawab Peserta Talkshow
Acara talkshow kali ini seru sekali. Peserta banyak yang
penasaran dengan langkah-langkah media ini dalam memberantas kusta, juga ikut
bersemangat untuk bisa berperan serta sebagai agen pembawa isu kusta dengan
informasi yang benar agar masyarakat bisa teredukasi.
Salah satu pertanyaannya adalah, apakah ada program khusus
untuk daerah terpencil dalam mengabarkan isu kusta ini. Karena dianggap, daerah
terpencil sulit mendapat akses sehingga informasi yang sampai pun bisa jadi
sangat minim.
Pak Ajiwan menjelaskan, teman-teman OYPMK memang banyak yang berada di daerah terpencil atau pedesaan. NLR juga memiliki banyak dampingan di desa-desa di seluruh Indonesia. Hal ini menjadi manfaat tersendiri untuk menyampaikan edukasi dan sosialisai mengenai kusta di wilayah tersebut.
Dampingan-dampingan
di daerah ini diberikan keterampilan serta diajak turut berperan untuk
menyuarakan isu kusta ini dengan baik melalui media sosial agar bisa menjangkau
seluruh negeri.
Stigma yang Tak Pernah Hilang
Pak Ajiwan juga membahas salah satu masalah kusta yang tidak
kunjung rampung, yakni stigmatisasi. Stigma yang diterima teman-teman OYPMK ini
masih cukup banyak. Ada yang terkucilkan bahkan dari keluarganya sendiri,
dipisahkan antara alat makan, dan lainnya. Sebenarnya ini adalah diskriminasi
yang tidak perlu.
Bisa dibayangkan ya pembelajar.
Para pasien kusta ini yang seharusnya mendapat support penuh dari keluarga untuk berjuang sembuh, justru emndapat perlakuan diskriminatif bahkan di keluarganya sendiri.
Hal-hal seperti ini yang akhirnya justru menghambat pemberantasan
kusta. Karena khawatir akan stigma, diskriminasi, seseorang yang bergejala dan
mulai waspada dengan kondisinya, menjadi enggan terbuka dan akhirnya terlambat
untuk tertangani.
Keterlambatan dalam penanganan ini yang akhirnya justru
membuat kusta ini menular, karena pasien yang sudah melakukan pengobatan sangat
kecil kemungkinannya bisa menularkan. Juga, membuat bakteri kusta semakin
menggerogoti tubuh sehingga bisa menimbulkan disabilitas.
Bersyukur, hadirnya media pejuang pemberitaan kusta seperti
solider ini telah memberikan perkembangan signifikan dalam 5 tahun terakhir ini
sehingga awareness serta pemahaman tentang kusta meningkat seiring dengan
pengetahuan tentang kusta ini terus diberikan.
Demikian pembelajar beberapa hal yang ummi mya pelajari dari
talkshow KBR yang disponsori NLR juga bekerjasama dena Solider News. Semoga
media-media yang ada bisa saling bersinergi untuk membawa informasi yang benar
tentang kusta sehingga bisa mendorong mendorong percepatan pemberantasan kusta
di negeri tercinta ini. Semoga kita dengan langkah kecil kita melalui media apa
saja yang kita miliki, bisa juga bisa bermanfaat. Terimakasih sudah membaca.
Salam, ummi mya
Saya sendiri memang belum pernah bertemu dengan penderita kusta secara langsung...semoga semua terus semangat ya bersinergi memberantas kusta
BalasHapusKasihan banget ya para OYPMK. GAk hanya melawan penyakit kusta yang sangat membandel dan menular, tapi juga melawan stigma negatif di masyarakat. Edukasi juga tidak hanya fokus pada penyakit dan pasiennya saja, tapi masyarakat luas harus dilibatkan...
BalasHapusMasih jadi PR kita bersama ya mbak, untuk mengedukasi tentang kusta ini, dan merubah stigma masyarakat agat tidak mengucilkan penderita kusta.
BalasHapusDi era digital saat ini memang ruang komunikasi efektif adalah melalui media sosial ya mba.
BalasHapusDan melalui media sosial kita bisa memberikan sosialisasi yang tepat dan benar terhadap kusta.
Sehingga masyarakat memiliki pandangan yang benar, tanpa ada stigma negatif lagi.
benar-benar saya baru tahu kalau penyakit kusta erat kaitannya dengan disabilitas..memang perlu menghadirkan banyak tulisan tentang OYPMK ini untuk mencerahkan masyarakat
BalasHapusPenting banget kerja sama antar media dalam menyamakan persepsi untuk memberantas kusta di Indonesia dan juga mengedukasi masyarakat tentang fakta-fakta kusta sebenarnya agar tidak terjadi mis informasi sampai akhirnya menjadi penyebab banyaknya hoaks yang beredar tentang kusta
BalasHapusMasih banyak sekali penyakit yang belum diketahui masyarakat, termasuk kusta ini. Oleh karena itu, bagus sekali jika media membahas dengan referensi yang luas dan tepercaya.
BalasHapusSaya kira juga sudah tidak ada penyintas kusta, ternyata selama sepuluh tahun ini angkanya masih tinggi. Peran media memang penting untuk menyebarluaskan informasi valid terkait penyakit tersebut.
BalasHapusSerem ya kalau sampai terjadi disabilitas karena kusta, bagaimana penyakit ini dibiarkan atau sangat lambat diobati sampai-sampai mengakibatkan kecacatan.
BalasHapusJadi PR itu memang menghapus stigma terhadap penderita kusta, seolah menjadi penyakit masyarakat yang harus dijauhi, padahal mereka masih bisa mengakses segala fasilitas umum juga
BalasHapusAku juga tahu kusta karena pernah ikutan webinar KBR ini lho Um. Ternyata kusta masih ada ya. Ini lah pentingnya peran media untuk menginformasikan tentang kusta agar target Indonesia bebas kusta bisa terwujud.
BalasHapusMAsih butuh terus disebarkan lewat media sosial, kalau kusta ini masih ada di Indonesia ya um.....
BalasHapusselain lewat media sosial penting juga memberi penyuluhan ke masyarakat langsung. karena banyak sekali yang belum tahu banyak tentang penyakit kusta
BalasHapusinformasi seperti ini harus lebih banyak digaungkan sepertinya ya, soalnya kasihan banget para penderitanya, sudah harus berjuang melawan penyakit, masih harus berjuang melawan stigma negatif masyarakat juga
BalasHapusButuh perjuangan agar bisa terus melakukan perubahan, khususnya perubahan stigma agar masyafakat kembali aware dan bisa menempatkan kembali mereka para oypmk dalam tatanan sosial yang normal
BalasHapusSemoga dengan tulisan OYPMK di Solider News bisa membuat orang-orang paham kalau kusta itu gak menular semudah itu, apalagi kalau sudah berobat dan dinyatakan sembuh.
BalasHapus