Assalamu'alaykum pembelajar.
Bagaimana kabar liburannya, hehe saya masih di rumah saja ini. Tapi meskipun hanya di rumah, saya merasa bersyukur mendapat kesempatan kembali untuk mengikuti acara Talkshow Senin (20 Desember) lalu yang diselenggarakan oleh KBR bekerjasama dengan NLR, masih membahas tentang kusta. Kali ini mengangkat tema tentang mencegah disabilitas karena kusta.
Perjuangan saudara-saudara kita untuk mengedukasi masyarakat tentang kusta ini memang patut diacungi jempol. Beruntung saya bisa mengetahui info ini bersama komunitas 1minggu1cerita.
Peduli Kusta, Peduli Disabilitas
Bulan ini, tepatnya tanggal 3 Desember lalu, ternyata adalah hari penyandang disabilitas. Peringatan ini sekaligus menjadi momen penting bagi banyak pihak untuk mengkampanyekan topik disabilitas dari berbagai sudut pandang. NLR Indonesia sebagai organisasi yang fokus untuk kusta dan disabilitas, terus aktif menggaungkan isu kusta di Indonesia dan konsekuensinya, termasuk isu disabilitas karena kusta. Seperti kita ketahui, kusta merupakan salah satu penyakit tropis terabaikan yang masih menjadi permasalahan kesehatan di Indonesia. Kusta bisa disembuhkan, tapi, jika orang dengan kusta tidak segera diobati dan luka yang ditimbulkan tidak ditangani, maka mereka berisiko mengalami disabilitas. Akibatnya, kualitas hidup mereka juga berpotensi menurun, terlebih stigma kusta masih terus ada di masyarakat.Pada 2017, angka disabilitas kusta masih cukup tinggi yakni 6.6 per 1.000.000 penduduk. Padahal pemerintah telah menetapkan target angka disabilitas kusta kurang dari 1 per 1.000.000 penduduk. Tingginya angka disabilitas kusta mengindikasikan adanya keterlambatan penanganan dan penemuan kasus kusta.Mengapa hal ini terjadi? Apa saja yang bisa dilakukan untuk mencegah disabilitas karena kusta? Dan apa tantangan yang dihadapi dalam pencegahan disabilitas karena kusta ini? Talkshow kemarin ini membahas tentang itu. Nara sumber talkshow adalah Dr. dr. Sri Linuwih Susetyo, SpKK(K) - Ketua Kelompok Studi Morbus Hansen (Kusta) Indonesia PERDOSKI dan Bapak Dulamin - Ketua Kelompok Perawatan Diri (KPD) Kecamatan Astanajapura Cirebon. Dipandu oleh Host KBR yang seru Mas Rizal Wijaya. Yuk kita simak ulasannya.
Bagaimana Kusta Menyebabkan Disabilitas
Dalam talkshow ini dokter Linuwih menjelaskan, bahwa disabilitas pada kusta sebenarnya disebabkan oleh penyerangan saraf oleh kuman kusta. Serangan pada syaraf ini bisa mempengaruhi tiga hal, mati rasa, kelumpuhan dan atau kekeringan pada kulit.Untuk kasus mati rasa misalnya, saraf yang terserang bakteri atau kuman penyebab kusta, menyebabkan mati rasa di salah satu bagian tubuh tempat saraf yang terinfeksi. Awalnya hanya mati rasa, namun ketika mengalami pembiaran akan terus menginfeksi hingga merusak jaringan lain termasuk tulang hingga menyebabkan disabilitas.
Karenanya, mati rasa yang tidak disadari karena dianggap tidak merasa sakit, diabaikan dan menyebabkan pasien tidak bersegera mencari pengobatan, sehingga bisa berujung disabilitas. Sedang kelumpuhan sendiri bisa terjadi karena kuman kusta menyerang otot sehingga penderita mengalami gangguan motorik.
Deteksi dini kusta sementara hanya bisa dari bercak kulit, dan masa inkubasi kuman kusta hingga muncul sebagai gejala itu bisa tahunan lamanya. Sekali lagi, dokter Linuwih menekankan, yang terpenting adalah ketika timbul bercak dan mati rasa segerakan periksakan sampai terbukti itu bukan kusta.
Semakin cepat diagnosa ditegakkan, akan semakin cepat seseorang bisa mendapatkan pengobatan. Hal ini bukan hanya bermanfaat bagi dirinya tapi juga orang di sekitarnya.
Karena pasien yang telah mendapatkan pengobatan akan mencegah kuman kusta menginfeksi jaringan semakin dalam sehingga mengurangi kemungkinan terjadi disabilitas. Pasien kusta yang sudah mendapat pengobatan juga akan mengurangi resiko penularan kepada orang lain.
Pak Dulamin menjelaskan, orang yang mengalami disabilitas karena kusta biasanya mempunyai luka. Apalagi jika termasuk kategori kusta basah. Luka ini jika tidak dirawat maka akan semakin memburuk. Sedang tidak semua orang mau membantu mengurus luka kusta karena khawatir tertular. Maka pasien kusta harus berupaya lebih aktif dalam merawat lukanya secara mandiri. Untuk itulah Kelompok Perawatan Diri (KPD) ini hadir, dengan harapan bisa membantu mendampingi para penderita kusta yang memiliki luka agar bisa tertangani dengan baik.
Sayangnya, KPD di kota Cirebon ini baru ada di kecamatan Pak Dulamin saja, yakni di kecamatan Astanajapura . Pak Amin berharap KPD ini bisa terbentuk di banyak kecamatan terutama di wilayah yang memiliki pasien kusta.
KPD mendampingi penderita kusta untuk mampu merawat dirinya, ada pertemuan bulanan yang kemudian akan mengevaluasi sejauh mana tingkat efektifitas pendampingan ini terhadap pasien. Hal ini akan terlihat dari luka pasien. Jika pasien merawat dirinya dengan baik, maka lukanya akan terlihat bersih, demikian pula sebaliknya.
Selama ini, Pak Dulamin sudah menangani sekitar 30 orang yang ikut mempelajari KPD bersama-sama. Kepedulian Pak Dulamin ini berangkat dari pengalaman pribadinya. Menurut Pak Dulamin, beliau pun termasuk yang terlambat mendapat pengobatan. Kusta telah menggerogoti sebagian jari-jari tangannya.
Bercak muncul saat usianya 35 tahun, namun karena tidak dianggap mengganggu maka Pak Amin pun abai terhadap gejala tersebut, apalagi dokter umum yang didatanginya tidak langsung mengatakan bahwa itu adalah kusta. Karena tidak juga membaik, Pak Amin tetap berobat, setelah 2 tahun mencari pengobatan barulah beliau didiagnosa bahwa itu adalah kusta.
Pak Amin pun harus menjalani pengobatan yang dilakukan selama satu tahun dan kontinyu. Semangat Pak Amin untuk sembuh memberinya kekuatan untuk bergerak aktif, melakukan pengobatan, rajin mengambil obat ke puskesmas, merawat luka mandiri dan rajin minum obat karena jika satu hari saja tidak minum berarti harus meriset pengobatan dari awal.
Pak Amin ingin penderita kusta di sekitarnya tidak sepertinya yang minim sekali informasi. Karenanya sebagai penyintas ia kini berjuang membantu sesamanya menghadapi ujian dari Tuhan ini.
Apakah Kusta Selalu Berujung pada Disabilitas?
Sebenarnya iya, menurut dokter Linuwih. Beliau menjelaskan pada akhirnya saraf yang terserang kuman kusta akan menyebabkan disabilitas pasien kusta, apalagi jika ia mengabaikan pengobatan atau terlambat diobati. Namun, kita bisa berusaha mencegah agar kusta itu tidak sampai menyebabkan disabilitas atau setidaknya mencegah disabilitas kea rah yang lebih parah.Gejala paling awal yang bisa terdeteksi dari penderita kusta adalah bercak dikulit, bisa berwarna merah atau putih dan mati rasa.Bercak ini memang indikasi dari banyak penyakit, namun jika seseorang mengalami ini maka diharapkan untu segera memeriksakan diri ke tenaga kesehatan terdekat sampai diagnosa benar-benar membuktikan itu kusta/bukan kusta.
Deteksi dini kusta sementara hanya bisa dari bercak kulit, dan masa inkubasi kuman kusta hingga muncul sebagai gejala itu bisa tahunan lamanya. Sekali lagi, dokter Linuwih menekankan, yang terpenting adalah ketika timbul bercak dan mati rasa segerakan periksakan sampai terbukti itu bukan kusta.
Semakin cepat diagnosa ditegakkan, akan semakin cepat seseorang bisa mendapatkan pengobatan. Hal ini bukan hanya bermanfaat bagi dirinya tapi juga orang di sekitarnya.
Karena pasien yang telah mendapatkan pengobatan akan mencegah kuman kusta menginfeksi jaringan semakin dalam sehingga mengurangi kemungkinan terjadi disabilitas. Pasien kusta yang sudah mendapat pengobatan juga akan mengurangi resiko penularan kepada orang lain.
Pejuang Kusta di Astanajapura
Mari kita berkenalan dengan narasumber ke dua, Bapak Dulamin. Beliau adalah Ketua Kelompok Perawatan Diri (KPD) Kecamatan Astanajapura, Cirebon. Beliau penyintas kusta yang kemudian mengedukasi masyarakat di sekitarnya yang menjadi pasien kusta agar lebih bisa mandiri dalam perawatan dirinya selama sakit.Pak Dulamin menjelaskan, orang yang mengalami disabilitas karena kusta biasanya mempunyai luka. Apalagi jika termasuk kategori kusta basah. Luka ini jika tidak dirawat maka akan semakin memburuk. Sedang tidak semua orang mau membantu mengurus luka kusta karena khawatir tertular. Maka pasien kusta harus berupaya lebih aktif dalam merawat lukanya secara mandiri. Untuk itulah Kelompok Perawatan Diri (KPD) ini hadir, dengan harapan bisa membantu mendampingi para penderita kusta yang memiliki luka agar bisa tertangani dengan baik.
Sayangnya, KPD di kota Cirebon ini baru ada di kecamatan Pak Dulamin saja, yakni di kecamatan Astanajapura . Pak Amin berharap KPD ini bisa terbentuk di banyak kecamatan terutama di wilayah yang memiliki pasien kusta.
KPD mendampingi penderita kusta untuk mampu merawat dirinya, ada pertemuan bulanan yang kemudian akan mengevaluasi sejauh mana tingkat efektifitas pendampingan ini terhadap pasien. Hal ini akan terlihat dari luka pasien. Jika pasien merawat dirinya dengan baik, maka lukanya akan terlihat bersih, demikian pula sebaliknya.
Selama ini, Pak Dulamin sudah menangani sekitar 30 orang yang ikut mempelajari KPD bersama-sama. Kepedulian Pak Dulamin ini berangkat dari pengalaman pribadinya. Menurut Pak Dulamin, beliau pun termasuk yang terlambat mendapat pengobatan. Kusta telah menggerogoti sebagian jari-jari tangannya.
Bercak muncul saat usianya 35 tahun, namun karena tidak dianggap mengganggu maka Pak Amin pun abai terhadap gejala tersebut, apalagi dokter umum yang didatanginya tidak langsung mengatakan bahwa itu adalah kusta. Karena tidak juga membaik, Pak Amin tetap berobat, setelah 2 tahun mencari pengobatan barulah beliau didiagnosa bahwa itu adalah kusta.
Pak Amin pun harus menjalani pengobatan yang dilakukan selama satu tahun dan kontinyu. Semangat Pak Amin untuk sembuh memberinya kekuatan untuk bergerak aktif, melakukan pengobatan, rajin mengambil obat ke puskesmas, merawat luka mandiri dan rajin minum obat karena jika satu hari saja tidak minum berarti harus meriset pengobatan dari awal.
Pak Amin ingin penderita kusta di sekitarnya tidak sepertinya yang minim sekali informasi. Karenanya sebagai penyintas ia kini berjuang membantu sesamanya menghadapi ujian dari Tuhan ini.
Pesan Para Pejuang Kusta
Melalui talkshow ini para pejuang kusta ini pun memberikan pesannya. Pak Dulamin menyampaikan, stigma masyarakat memang masih tinggi mengenai kusta ini, kalo kita anggap serius, akan bereaksi pada penyakit itu sendiri. Secara psikis akan mempengaruhi kondisi diri dan menyulitkan penyembuhan itu sendiri.Pak Amin juga sampaikan, perlunya dukungan dari keluarga. Penyandang kusta harus bisa menerima kondisi dirinya. Stigma itu akan berkembang atau tidak tergantung pada diri kita sendiri. Jika kita masih memberi stigma pada diri kita maka apalagi orang lain. Teman ada macam macam, kita dengarkan yang baik-baik saja. MaasyaAllah, positif thinking ini lah yang selalu dihadirkan oleh Pak Amin dan ia berusaha sebarkan ke para pasien kusta lainnya.
Pak Amin juga berpesan agar pemerintah bisa membantu memperbanyak informasi tentang kusta dan meyakinkan masyarakat bahwa kusta itu bisa diobati, bahkan gratis. Jika perlu ada gerakan jemput bola, karena dulu penderita kusta dianggap harus dijauhkan sehingga enggan untuk keluar mmriksakan dirinya.
Sedang dokter Linuwih berpesan mari kita bersama-sama secara terintegrasi, jemput bola jangan ragu ragu agar masalah kusta dan kaitannya dengan disabilitas ini bisa tertangani dengan baik.
Talkshow yang sangat ringan dibawakan namun membawa pesan yang cukup berat ini benar-benar membuka mata saya tentang kusta dan efek sampingnya baik fisik maupun psikis. Para pejuang kusta tidak seharusnya berjuang sendiri. Kita sebagai masyarakat perlu bersikap lebih baik dan supportif terhadap para pasien kusta.
Salut dengan NLR dan para pejuang kusta yang terdiri dari tenaga kesehatan, para penyintas serta LSM dan lainnya yang tak hentinya berjuang, terima kasih KBR telah membawanya ke hadapan kami sehingga menambah wawasan serta menumbuhkan kepedulian kami terhadap kusta dan disabilitas yang bisa disebabkannya ini.
Alhamdulillah bisa mengikuti sosialisasi tentang pencegahan disabilitas akibat kusta ini.
BalasHapusSemoga semakin banyak masyarakat yang teredukasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan kusta, sehingga meminimalisir stigma-stigma negatif yang beredar di masyarakat
Salut buat para pejuang kusta. Angkat topi tinggi-tinggi. Gak mudah menjadi pejuang kusta. Butuh semangat dan motivasi yang tinggi. Dukungan dari keluarga dan masyarakat sekitar juga penting.
BalasHapusMasya Allah penting sekali untuk mengedukasi masyarakat tentang stigma penyakit kusta ya. Aku pun tidak akan sampai pada wawasan ini kalau tidak blog walking. Luar biasa yang telah berjuang mengedukasi, sangat bermanfaat.
BalasHapusSemoga dengan banyaknya edukasi tentang kusta ini, masyarakat kita semakin aware ya mb dengan kusta. Kusta bukan aib, jadi tak perlu risau. Yg harus dilakukan ketika menemui indikasi awal harus segera ke dokter dan disiplin melakukan pengobatan. Biar ga menjadi lebih parah, mengurangi tingginya peluang disabilitas. Aamiin
BalasHapusPenyuluhan sakit kusta emang harus terus-menerus. Biar Indonesia bebas kusta. Wajar sih, klo penderita gejala kusta nggak tau klo dia itu sebenernya udah mulai kena penyakit ini. Inkubasinya aja lama banget. Jadi banyak yang terlambat ditolong.
BalasHapusTernyata masih banyak ya yang kena kusta ini.
BalasHapushrus banyak penyuluhan ke masyarakat ya kak. jdiny mereka juga sedikit banyaknya thu lah. itu bisa meminimalisir jumlah penderita kusta
BalasHapusTernyata penyakit kusta ini gak bisa dianggap penyakit remeh ya. Perlu rasa aware lagi buat jaga kesehatan..
BalasHapussemangat kakak :')
BalasHapus